BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Dalam ilmu kesipilan, tanah merupakan komponen
penting dalam membangun, karena bumi tempat kita berpijak. Untuk itu, penting
bagi mahasiswa teknik sipil untuk mempelajari ilmu geologi sebagai dasar dalam
mempelajari kriteria tanah, bentuk-bentuk permukaan bumi, dan lain sebagainya
sebelum menjalankan suatu proyek. Permasalahan yang terkadang dialami dalam dunia
persipilan ialah runtuhnya suatu bangunan. Runtuhnya suatu bangunan sendiri
disebabkan oleh faktor yang bermacam-macam. Contohnya gempa bumi, tsunami,
pergeseran tanah, kurang kuatnya kontruksi suatu bangunan, kurangnya
perencanaan, dan lain sebagainya. Tak lepas juga, fenomena likuifaksi juga
berpengaruh. Pada makalah ini, saya akan mencoba mengulas apa itu likuifaksi,
mengapa terjadi likuifaksi, pengaruhnya terhadap bidang sipil, dan bagaimana
penanggulangannya.
1.2
Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk:
- Mempelajari fenomena likuifaksi
- Mengetahui dampak likuifaksi terhadap bidang sipil
- Mengetahui penanggulangan likuifaksi
BAB II
ISI
Pencairan tanah atau likuifaksi
tanah (bahasa Inggris: soil liquefaction)
adalah suatu perilaku tanah
yang mengalami perubahan tiba-tiba dari kondisi padat ke kondisi mencair, atau memiliki
sifat seperti air berat.
Fenomena ini lebih mungkin terjadi pada tanah berbutiran renggang atau moderat
dengan penyaluran air (drainase) yang buruk, seperti pada pasir lanauan (silty
sand) atau pasir
dan kerikil
yang dilapisi atau mengandung lapisan sedimen
kedap. Sewaktu terjadi, misalnya pada peristiwa gempa bumi,
pasir renggang cenderung untuk mengalami penurunan volume, yang
menyebabkan peningkatan tekanan air pori dan,
akibatnya, penurunan kekuatan geser (shear
strength), yaitu penurunan tegangan efektif.
s ' =s −u
|
s’ = tegangan efektif,
s = tegangan total (berat permukaan tanah)
u = tekanan air pori
Modulus geser pasir menurun bersamaan
dengan turunnya tegangan efektif. Kekuatan geser pasir menurun dengan (tegangan
efektif) tan f. Dengan begitu tanah berpasir menjadi melunak (mencair). Pada
kasus yang ekstrim, tegangan efektif menjadi nol. Tegangan efektif adalah
ketika terjadi adanya gaya kontak antar butiran pasir. Tegangan efektif nol
menyatakan tidak adanya gaya kontak tersebut. Sehingga butiran pasir
benar-benar mengapung bebas dalam air. Sehingga pasirpun menjadi seperti mencair.
Oleh karenanya, ketika hal itu terjadi maka
tanah tersebut tidak mampu menoppang beban diatasnya dan menyebabkan amblasnya
bangunan, miring ataupun longsor. Yoshimi dan Tokimatsu (1977) menyebutkan
bahwa tekanan air pori yang terjadi pada lapisan tanah di bawah bagian tengah bangunan
lebih kecil daripada di bagian tepi struktur. Berdasarkan uji model laboratorium
dan pengamatan lapangan selama gempa Niigata pada 1964, peninngkatan tekanan
air pori pada lapisan tanah pasir di bawah bangunan menyebabkan penurunan
bangunan akan semakin besar. Bangunan yang lebih berat akan mengalami penurunan
yang kecil bila dibandingkan dengan bangunan yang lebih ringan.
[Pengaruh tekanan kontak dan tekanan air
pori terhadap penurunan (Yoshimi dan Tokimatsu, 1977)]
[Diagram
perkemebangan mikrozonasi sesismik (Kaneko dkk., 2008)]
Mikrozonasi
seismik dalam perkembanganya tidak hanya ditujukan untuk memetakan bahaya atau
wilayah rawan gempa bumi, tetapi juga untuk penilaian resiko dan penanggulangan
bencana gempa bumi. Skema perkembangan mikrozonasi seismik ini seperti pada
gambar sebelumnya (Kaneko dkk., 2008). Mikrozonasi seismik yang sederhana
meliputi identifikasi sumber dan mangnitudo gempa, analisis lintasan dan
pergerakan permukaan tanah.
Hasil-Hasil
Penelitian Terdahulu
Muntohar (2009) melakukan penelitian
pendahuluan untuk menentukkan percepatan pergerakan permukaan tanah (peak
ground acceleration/PGA) akibat gempa bumi 27 Mei 2006. Analisis dilakukan
dengan menggunakan data sondir. Percepatan pergerakan permukaan tanah dihitung
dengan analisis-balik (back-analysis) berdasarkan kejadian likuifaksi di
Kampus Terpadu UMY. Magnitudo gempa yang digunakan dalam analisis adalah 6,3.Mw
yang
merupakan magnitudo gempa 27 Mei 2006. Hasil analisisbalik menunjukkan bahwa
percepatan gempa antara 0,23 g dan 0,54 g telah menyebabkan likuifaksi 50%
lapisan pasir di bawah permukaan tanah. Secara umum, percepatan gempa di
permukaan tanah sebesar 0,36 g hingga 0,68 g diperkirakan dapat memicu terjadinya
likuifaksi.
Kajian
terhadap potensi likuifaksi dengan menggunakan hasil uji penetrasi standard (standard
penetration test/SPT) yang dilakukan oleh Muntohar (2010). Lokasi kajian
berada di Kampus Terpadu Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Berdasarkan hasil
uji awal berupa distribusi ukuran partikel tanah diketahui bahwa lokasi yang
diuji sangat rentan terhadap risiko likuifaksi. Keadaan ini adalah kondisi umum
untuk wilayah Bantul seperti ditunjukkan pula pada Gambar 2.4 (Koseki dkk.,
2007). Hasil penelitian ini menunjukkan potensi likuifaksi dapat terjadi di
kedalaman 5 m hingga 20 m dari permukaan tanah dengan probabilitas kejadian
berkisar 5% hingga 90%.
[Distribusi
ukuran partikel tanah di area yang diuji (Muntohar, 2010).]
Kajian
untuk mengetahui percepatan gempa di permukaan tanah ketika gempa bumi 27 Mei
2006 di Yogyakarta menjadi menarik karena tidak terdapat data pencatatan
seismik. Elnashai dkk. (2007) membuat estimasi PGA berdasarkan rekaman seismik
pada Stasiun BMG Yogyakarta (YOGI). Percepatan gempa di permukaan tanah untuk
daerah Bantul diperkirakan berkisar antara 0,183 g hingga 0,303 g pada arah
vertikal, dan 0,197 g hingga 0,336 g pada arah horisontal. Nilai percepatan
gempa di permukaan tanah mencapai maksimum di daerah dekat patahan yaitu 0,49 g
pada arah horizontal dan 0,47 g pada arah vertikal.
[Estimasi
percepatan gempa di permukaan tanah (a) lokasi bangunan Masjid,
(b)
lokasi bangunan Perpustakaan UMY (Muntohar, 2009).]
Menggunakan
data yang disajikan oleh Muntohar (2009), Muntohar (2010) melakukan estimasi
penurunan permukaan tanah akibat likuifaksi dengan menggunakan hasil uji CPT
dan teknik mitigasi dengan menggunakan teknik kolom-kapur (lime-column).
Lokasi yang diuji adalah di dekat unit Masjid Kampus. Penurunan permukaan tanah
yang terjadi diperkirakan berkisar 2,5 cm hingg 13,5 cm. Setelah mitigasi
dengan kolomkapur, penurunan yang terjadi di permukaan tanah berkurang yang
besarnya bergantung pada nilai percepatan seismik permukaan tanah maksimum.
Estimasi
penurunan permukaan tanah sebelum dan sesudah mitigasi
dengan
kolom-kapur (a) amax = 0,34 g, (b) amax
=
0,69 g (Muntohar, 2010)
Soebowo dkk. (2007) melakukan kajian
potensi likuifaksi dan penurunan permukaan tanah di zona patahan Opak, Patalan
Bantul. Analisis dilakukan berdasarkan data-data N-SPT, CPT/CPTu dengan nilai
PGA di permukaan sebesar 0,25 g, skala gempabumi Mw
6,2,
jarak sumber gempa terhadap daerah studi kurang lebih 5 - 10 km sekitar patahan
aktif Opak, dan muka air tanah setempat. Hasil analisis menunjukkan bahwa
hampir semua titik telah terjadi likuifaksi dengan kedalaman bervariasi mulai -
0.4 hingga – 6 meter.
Analisis
likuifaksi dan penurunan dengan metode Ishihara dan Yoshimine (1990), dengan
nilai faktor aman diambil hasil evaluasi potensi likuifaksi dan menggunakan
Software LIQIT, maka penurunan total lapisan tanah terutama terkonsentrasi di
bagian tengah Patalan, bervariasi antara 2 hingga 10 cm, dengan penurunan
terbesar (> 10cm). Pola penyebaran penurunan setidaknya sangat dikontrol
oleh segmen dari patahan Opak.
Sebaran
penurunan akibat likuifaksi di daerah Patalan, Bantul,
Yogyakarta
dan sekitarnya (Soebowo dkk., 2007)
Tingkat kerusakan bangunan akibat
pengaruh penurunan permukaan tanah karena likuifaksi menurut Ishihara dan
Yosimine (1992) seperti disajikan pada Tabel 2.1. Shibata dan Teparaksa (1988)
menyajikan rekaman peristiwa gempa bumi yang menyebabkan likufaksi dan
kerusakan bangunan. Magnitudo gempa bumi yang tercatat berkisar dari Mw
6,6
hingga Mw
7,8
dengan percepatan seismik pemukaan tanah (amax)
antara 0,1 g hingga 0,8 g.
Gempa
bumi yang terjadi di Niigata, Jepang pada 16 Juni 1964 memiliki kekuatan 7,3
skala Ritcher dengan percepatan seismik permukaan tanah maksimum 0,16 kali
percepatan gravitasi (amax = 0,16 g). Likuifaksi
terjadi pada lapisan tanah pasir jenuh yang menyebabkan terjadinya
penurunan
tanah. Sebagai akibatnya bangunan di atasnya mengalami kerusakan berat.
Rata-rata penurunan bangunan berkisar 90 cm pada daerah yang terdampak
likuifaksi (Ishihara dan Koga, 1981).
Hubungan antara
penurunan permukaan tanah dan derajat kerusakan bangunan
(Ishihara dan Yosimine,
1992)
Derajat
Kerusakan
|
Penurunan
(cm)
|
Fenomena
di Permukaan Tanah
|
Ringan,
hingga tidak ada
|
0
– 10
|
Retakan
minor
|
Menengah
|
10
– 30
|
Retakan
kecil, pasir halus keluar dari permukaan tanah
|
Berat
|
30
– 70
|
Retakan
besar, pasir halus menyembur, deformasi lateral.
|
Metode Estimasi Potensi Likuifaksi
Prinsip dasar dalam evaluasi likuifaksi
tanah adalah menghitung dua variabel utama yaitu (1) perilaku seismik tanah
atau cyclic stress ratio (CSR) yang merupakan tegangan siklik yang
menyebabkan likuifaksi dan (2) kemampuan tanah untuk menahan likuifaksi atau cyclic
resistance ratio (CRR). Estimasi nilai CRR pada tanah berpasir dapat
dihitung dengan menggunakan data lapangan dapat didasarkan pada data hasil uji
penetrasi standar atau standard penetration test (SPT), uji sondir atau cone
penetration test (CPT), pengukuran kecepatan gelombang geser atau shear
wave velocity (Vs). Masing-masing jenis
pengujian tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Namun
diantara ketiga metode tersebut, metode CPT memiliki kualitas data yang sangat
baik (Youd dan Idriss, 2001; Robertson, dan Wride, 1998).
Metode
analisis likuifaksi pada awalnya adalah analisis deterministic dengan
menghasilkan suatu kurva yang mengindentifikasi suatu tanah mengalami
likuifaksi atau tidak. Pada analisis deterministik, likuifaksi akan terjadi
jika nilai faktor keamanan (factor of safety, FS) kurang dari dan sama
dengan satu, FS £ 1. Faktor keamanan ini merupakan perbandingan antara CRR dan
CSR (FS = CRR/CSR). Sedangkan likuifaksi tidak akan terjadi bila FS > 1.
Metode analisis probabilistik merupakan pengembangan dari metode deterministik
yang didasarkan pada derajat ketidakpastian (uncertainties). Pada
beberapa kasus yang ada, metode probabilistik ini memberikan hasil estimasi
yang lebih baik daripada metode deterministic (Juang dkk., 2002; Cetin dkk.,
2004; Moss dkk., 2006). Untuk evaluasi CSR tidak ada perbedaan dalam
penelitian-penelitian terdahulu yaitu mengacu pada persamaan (2.1) yang
diusulkan oleh Seed dan Idriss (1971) sebagaimana dituliskan dalam Robertson
(2004).
(Persamaan 2.1)
Dengan
avadalah tegangan geser siklik yang didekati dengan percepatan
permukaan tanah maksimum arah horisontal (amax), g merupakan percepatan
gravitasi = 9,81 m/s2, vo dan 'vo adalah tegangan overburden
vertical total dan efektif, dan rd adalah faktor pengurangan tegangan
yang merupakan fungsi kedalaman (z). Hubungan kedalaman z dan
nilai rd ini, menurut Seed dan Idriss (1971) adalah seperti disajikan
pada Gambar. Secara analitik hubungan tersebut dapat didekati dengan fungsi
seperti dituliskan pada persamaan (2.2).
(Persamaan 2.2)
Dengan
z adalah kedalaman dengan satuan m. Walaupun Robertson (2004)
menyebutkan bahwa persamaan (2.2) tersebut memberikan hasil estimasi yang baik,
Cetin dkk. (2004) menjelaskan bahwa estimasi rd tersebut menghasilkan
nilai bias. Sedangkan untuk evaluasi CRR terdapat beberapa usulan, namun dalam
NCEER workshop pada tahun 1996 (Youd dan Idriss, 2001) digunakan pendekatan
yang dibuat oleh Robertson dan Campanella (1985) dengan beberapa perbaikan. Gambar
2.9 menyajikan diagram alir untuk estimasi CRR. Nilai CRR adalah:
Faktor
pengurangan tegangan rd dan kedalaman
(Seed
dan Idriss, 1971)
Perhitungan
Potensi Likuifaksi
a.
Menentukan Jumlah
Lapisan dan Penomoran Lapisan
Jumlah dan
penomoran lapisan ditentukan berdasarkan bentang kedalaman tertentu, yang
bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan analisa dan perhitungan. Dalam
penelitian ini, perhitungan dilakukan untuk setiap lapisan dengan rentang data
1 meter kedalaman.
b.
Mengestimasi Berat
Volume Tanah
Estimasi
berat volume tanah dilakukan dengan menggunakan grafik perilaku tanah
berdasarkan data sondir seperti yang ditunjukkan Gambar 6, kemudian
hasil dari grafik tersebut dikorelasikan ke Tabel 1 untuk mendapatkan
berat volume tanah estimasi berdasarkan zona yang diperoleh.
Tabel 1. Berat
Volume Estimasi (Robertson et al., 1986) The Estimation of Unit
Weight Based Soil Description Zone Approximate of
Unit Weight (kg/cm3)
1
|
0,00175
|
2
|
0,00125
|
3
|
0,00175
|
4
|
0,00180
|
5
|
0,00180
|
6
|
0,00180
|
7
|
0,00185
|
8
|
0,00190
|
9
|
0,00195
|
10
|
0,00200
|
11
|
0,00250
|
12
|
0,00190
|
c.
Menentukan Tegangan
Over Burden Tanah
Tegangan vertikal pada tanah dihitung
dengan rumus:
σo
=
h × γ
dimana:
σo = tegangan vertikal
tanah(kg/m2)
h = kedalaman (m)
γ = berat volume tanah
(kg/m3)
d. Menentukan tegangan efektif tanah
Tegangan efektif vertikal pada tanah
dihitung dengan rumus:
σo′ = σo – u
= (h × γ) – (hw × γw)
dimana:
σo = tekanan efektif tanah(kg/m2)
σo = tekanan total pada
tanah (kg/m2)
u = tekanan air pori
(kg/m2)
h =
kedalaman (m)
γ =
berat volume tanah (kg/m3)
hw
=
kedalaman muka air tanah (m)
γw =
berat volume air (kg/m3)
e.
Menentukan perlawanan
konus terkoreksi (qc1)
Perlawanan konus terkoreksi dihitung
berdasarkan persamaan 1.
f.
Menentukan Magnitude
dan percepatan tanah maksimum (amax)
Magnitude gempa
dan percepatan tanah maksimum digunakan dalam perhitungan cyclic stress ratio.
Parameter ini diperoleh dari data gempa Padang Pariaman tanggal 30
September 2009, yaitu magnitude 7,6 SR dengan amax sebesar 0,28
g.
g.
Menentukan faktor
reduksi tegangan (rd)
Faktor reduksi tegangan dihitung
berdasarkan persamaan 3.
h.
Menghitung nilai Cyclic
Stress Ratio (CSR)
Besarnya nilai cyclic stress ratio ditentukan
berdasarkan persamaan 2.
PERHITUNGAN LIKUIFAKSI
a.
Menentukan Potensi
Likuifaksi berdasarkan Hubungan CSR – Perlawanan Konus Terkoreksi
Dari hasil perhitungan yang diperoleh,
dilanjutkan dengan memplot data hasil perhitungan antara
nilai
CSR dan nilai perlawanan konus terkoreksi. terlihat bahwa cyclic stress
ratio dan perlawanan konus terkoreksi dati tiap kedalaman tinjaun
menunjukan tanah berpotensi terhadap likuifaksi. Hal ini ditunjukan dengan
sebaran titik pada grafik di daerah likuifaksi. Sehingga dapat diambil
kesimpulan dari hasil perhitungan potensi likuifaksi dengan tinjaun 2 daerah
tersebut dapat dinyatakan terjadi Likuifaksi.
b. Menghitung
Nilai Magnitude Scalling Factor (MSF)
Besarnya nilai magnitude
scalling factor ditentukan berdasarkan persamaan 6, tergantung dari nilai perlawanan
terkoreksinya.
c. Menghitung
Nilai FSL(Safety Factor)
Besarnya nilai FSL ditentukan
berdasarkan persamaan 5. Nilai FSL yang digunakan untuk menyatakan suatu
deposit tanah aman terhadap likuifaksi adalah > 1,50. Hasil perhitungan
nilai FSL.
Metode Estimasi
Penurunan Tanah
Likuifaksi akan menjadi masalah serius
bila menyebabkan terjadinya keruntuhan gedung sebagai akibat penurunan
permukaan tanah selama goncangan gempa bumi. Penurunan permukaan tanah ini
terjadi pada regangan yang relative kecil (small-strain) setelah
likuifaksi (postliquefaction).
Ishihara dan Yoshimine (1992) merumuskan
suatu hubungan antara regangan volumterik (v), kerapatan relative (Dr),
dan factor keamanan terhadap likuifaksi (FSL) berdasarkan hasil uji
laboratorium yang dilakukan oleh Nagase dan Ishihara (1988). Hubungan tersebut
disajikan pada Gambar sebelumnya. Nilai regangan volumetrik sebagai akibat
disipasi tekanan air pori saat goncangan gempa akan digunakan untuk
penghitungan penurunan permukaan tanah.
Penanggulangan Likuifaksi
Penanggulangan likuifaksi salah
satunya adalah dengan mengetahui wilayah-wilayah likuifaksi itu sendiri,
sehingga kita dapat lebih memperhitungakan jika ingan membangun didaerah
tersebut. Berikut beberapa ulasan mengenai daerah-daerah likuifaksi:
Wilayah Potensi Likuifaksi Sedang
Wilayah potensi likuifaksi tingkat
sedang tersebar di bagian tengah daerah penelitian meliputi desa Srihardono dan
desa Sriharjo. Wilayah ini merupakan lingkungan endapan fluvio vulkanik dengan
kondisi muka airtanahdangkal (kedalaman ; 5,4 –6,7 meter). Data lain yang
mengindikasikan daerah ini berpotensi mengalami likuifaksi dengan tingkat
potensi sedangadalah ukuran butirnya dan sortasinya. Berdasarkan hasil pola
sebaran ukuran butir menunjukkan nilai rata-rata (mean) : 0,8 – 0,9 mm
tergolong endapan yang berukuran pasir sedang dan pemilahan buruk (poorly
sorted) ; 0,59-0,68 φ dan tingkat skewness yang penyebarannya condong ke kasar.
Wilayah Potensi Likuifaksi Rendah
Wilayah potensi likuifaksi tingkat
rendah merupakan wilayah potensi terluas pada daerah penelitian. Wilayah
potensi likuifaksi rendah meliputi desa Canden, desa Kebonangun dan sebagian di
sekitar kecamatan Pundong. Wilayah ini merupakan lingkungan endapan fluvio
Vulkanik dengan kondisi muka air
tanah dalam (4,1 – 6,5 meter) dan didapatkan sortasi yang buruk sehingga
tingkat kurtosis adalah platikurtik. Endapan pada wilayah ini pada umumnya
terdiri atas perselingan lempung, lanau, dan lapisan pasir tipis. Endapan
lempung dan lanau tidak dikategorikan ke dalam endapan yang berpotensi terhadap
likuifaksi dikarenakan sifatnya yang mampu menyimpan air namun tidak dapat
melepaskannya (permeabilitas buruk). Seed drr. (1983) menyatakan bahwa sedimen
lempung tidak akan mengalami likuifaksi
apabila diguncang oleh gempa bumi. Tetapi kehadiran lapisan pasir yang berupa
lapisan tipis sebagai sisipan pada endapan yang berbutir lebih halus merupakan
lapisan yang berpotensi terhadap likuifaksi sehingga secara garis besar wilayah
ini dapat digolongkan sebagai wilayah potensi likuifaksi rendah.
Setelah mengetahui daerah-daerah
likuifikasi, dapat dilakukan usaha usaha pencegahan seperti meningkatkan
kerapatan tanah untuk menstabilkan permukaan tanah yang tunduk terhadap
pencairan, perbaikan secara kimiawi (solidifikasi) untuk meningkatkan
stabilitas struktur tanah, menurunkan derajat jenuh dengan drywatering,
disspasi tekanan air pori dengan drainase, control deformasi agar tidak terjadi
kerusakan struktur, memperkuat pondasi, menggunakan flexible joint dalam
struktur untuk mengurangi bahaya likuifaksi, penggunaan geogrid untuk
memperkuat pondasi, penggunaaan sheet pile untuk embankment (timbuhan) sebagai
facing atau penahan tanah, dan lain sebagainya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari
hal-hal yang telah diulas sebelumnya, diketahui bahwa likuifaksi adalah suatu
proses atau kejadian berubahnya sifat tanah dari keadaan padat menjadi keadaan
cair, yang disebabkan oleh beban siklik pada waktu terjadi gempa sehingga
tekanan air pori meningkat mendekati atau melampaui tegangan vertical.
Likuifaksi sendiri biasa terjadi di daerah seismic, atau daerah dengan
kepadatan tanah yang memiliki pori tanah tinggi.
Contoh
fenomena likuifaksi bermacam-macam, misalnya seperti gempa bumi, tsunami, tanah
longsor, gejala peretakan dinio pada bangunan, gejala jalanan bergelombang,
gejala alur dini pada jalanan, dan lain sebagainya. Pada bidang sipil sendiri,
penting untuk mengetahui identifikasi dan potensi likuifaksi agar engineer
sipil dapat menanggulangi, mempersiapkan, atau setidaknya dapat memiliki
perhitungan yang pas untuk mengatasi permasalahan likuifaksi.
Berbeda
dengan permasalahan kontruksi bangunan yang dapat diprediksi kekuatannya
terhadap suatu bencana, fenomena likuifaksi tidak dapat dicegah, karena pada
dasarnya kita tidak dapat mengetahui dengan pasti kapan tanah akan mengalami
penurunan, atau pencairan. Oleh karena itu, hal yang dapat dilakukan seorang
engineer adalah mengetahui identifikasi daerah-daerah yang rawan atau senderung
mengalami likuifaksi, memperhitungkan kecepatan penurunannya melalui berbagai
macam uji pori tanah, dan pada akhirnya membangun dengan perhitungan volume dan
berat yang sesuai, yang dapat diterima tanah, tanpa banyak mengalami penurunan,
dan melakukan usaha-usaha pencegahan lain demi keselamatan.
3.2
Saran
- Seorang engineer sipil sebaiknya memahami tentang penurunan tanah, terutama pada daerah yang rawan, agar perhitungan pembangunan tidak akan runtuh dikemudian hari.
- Pembangunan bendungan sangat perlu diperhatikan tingat pori tanahnya, agar tidak cepat terjadi likuifaksi.
- Dilakukan usaha-usaha pencegahan untuk mengantisipasi likuifaksi
- Penyusunan makalah sebaiknya disusun secara teratur dan melalui referensi sumber yang lebih banyak, sehingga kasus yang diulas akan lebih banyak, dan pembaca mendapatkan lebih banyak penjelasan pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar